welcome 1

Pages

Selasa, 08 Januari 2013

Dalton Tanonaka

Dalton Tanonaka
Talk Asia, Think America

The Executive Corner Tue, 17 Jun 2008 15:12:00 WIB 

Kariernya dimulai dari stasiun TV lokal di Hawaii. Ia kemudian direkrut NHK Jepang, lalu CNBC Asia, dan kemudian CNN. Tapi ia memilih berhenti dari CNN, dan kini malah bekerja untuk sebuah stasiun TV di dunia ketiga. Apa yang dicari duda berwajah Jepang dan bergaya hidup Amerika ini?

Bagi penonton televisi, khususnya penggemar program berita, wajah Dalton Tanonaka mungkin sering Anda lihat. Dia adalah pembawa acaraIndonesia Now bersama Kania Sutisnawinata di Metro TV. Kemunculannya di stasiun televisi Indonesia memberi warna lain, seolah Metro TV sudah goes International, atau setidaknyagoes Asia.

Meski Dalton berwajah amat Asia, dia sebenarnya bukan seorang pria yang bisa disebut "pria Asia". Jika kita cermati, namanya saja sudah bisa menimbulkan pertanyaan tentang darimana asal muasal pria yang tinggi badannya di atas rata-rata pria Asia ini? Dalton adalah nama yang lazim digunakan di Inggris, sementara Tanonaka asli made in Japan.

Dia bisa bicara bahasa Jepang seadanya, dan bicara bahasa Inggris lebih fasih dari dugaan orang. Seperti yang diakuinya, ada banyak pertanyaan seputar ini ketika orang untuk pertamakali bertemu dia. Yang paling umum adalah pertanyaan, "Apa hubungan kamu dengan Jepang?" atau ada juga yang menilai, "Kamu ternyata lebih tinggi dari yang saya kira," dan ada pula yang langsung bertanya. "Bagaimana kamu bisa fasih berbahasa Inggris?"

Jika Anda bertemu dia di sebuah lobby hotel yang 70% tamunya adalah orang Jepang-Taiwan, Anda bisa salah mengartikan Dalton. Dia bukan tipe orang Jepang yang tidak bisa berbahasa Inggris dan berkumpul hanya dengan sesama orang Jepang. Dalton lebih cocok diperlakukan seperti orang Amerika ketimbang orang Asia. Dia adalah turunan Jepang yang akan memberikan Anda kartu namanya tanpa harus membungkuk.

Meski terkesan serius, Dalton sebenarnya tergolong pria yang bisa diajak bercanda. Tapi, nampaknya dia masih punya kesulitan untuk memahami selera humor orang Indonesia. Jika tertarik mengajaknya bercanda, seseorang harus mengadaptasi selera humor orang Amerika ketimbang orang Asia. Sebab, jika Anda memulainya dengan pola slapstickcomedy ala sinetron Indonesia, Anda tidak akan berhasil membuatnya tertawa.

Dalton yang Anda lihat di TV tidak akan jauh berbeda dengan Dalton yang Anda temui langsung. Beberapa orang bisa merasa sedang on air ketika bertemu dengannya. Rasanya seperti berada di sebuah scene siaran langsung televisi. Mungkin karena pakaian yang dia gunakan sehari-hari cenderung sama dengan yang seringkali muncul di televisi. Bedanya, kali ini dia tidak bicara soal isu politik ekonomi terhangat yang sedang terjadi di dunia.

Hari itu dia menjumpai ME untuk wawancara di Gran Melia-Jakarta. Dia hanya telat sekitar 5 menit dan meminta maaf seolah dia sudah molor lebih dari 15 menit. Di luar sana para wartawan sedang sibuk meliput kondisi kesehatan mantan Presiden Soeharto. Sebagai seorang news man, dia tidak terlihat seberapa sibuk. Dalton mengatakan bahwa dia punya cukup banyak waktu untuk wawancara kecuali kondisi kesehatan Soeharto tiba-tiba berkata lain.

Agak aneh mewawancari orang yang biasa mewawancarai. Sebagai seorang yang memulai karier jurnalistiknya di tahun 1977, tentu Dalton sudah lebih berpengalaman mewawancarai orang. Nama-nama besar seperti Bill Gates, Arroyo Macapagal, Aung San Suu Kyi, Shimon Peres, Gus Dur, dan Ramos Horta adalah sebagian kecil tokoh-tokoh dunia yang pernah diwawancarainya. Karena itu kami tidak heran jika sesekali dia terdengar merapikan jawabannya sendiri setiapkali dia sedikit keluar dari konteks pertanyaan kami.

In The Name of A Cowboy

Nama Dalton didapatkan ibunya karena menggemari sebuah film cowboy yang berkisah tentang The Dalton's Gang. Film itu mengetengahkan si Dalton, sang perampok bank. Nama itu terdengar gagah dan sangat berani meski apa yang dilakukan tokoh Dalton lebih identik dengan penjahat yang baik hati seperti Robin Hood. Sementara Tanonakamerupakan nama Jepang yang berarti "di tengah lapangan (atau lahan)".

Dalton bukan orang Jepang. Tapi dia sangat kuat berdarah Jepang. Dari pihak ayah, kakek neneknya datang dari Hiroshima dan hiprah ke Hawaii sekitar awal tahun 1900-an. Sementara dari pihak ibu, kakek neneknya datang dari Korea (neneknya Korea Utara dan kakeknya Korea Selatan). Mereka bermigrasi ke Hawaii sekitar akhir abad ke-19. Ayah-ibunya adalah kelahiran asli Hawaii yang kemudian melahirkan Dalton sebagai generasi ketiga turunan Jepang-Korea di Hawaii.

Dalton sendiri lahir di KohalaHawaii. Kampung halamannya memang jarang terdengar. Tapi, bagi penduduk setempat, Kohala dianggap sakral. Karena dari wilayah kecil yang cenderung sepi inilah lahir King Kameha Meha, raja Hawaii yang disegani karena menjadi orang pertama yang menyatukan tanah Hawaii.

Dia dibesarkan di Honolulu, kota dengan penduduk yang jauh lebih ramai dibanding kampung kelahirannya. Ketika berusia sekitar 10 tahun, dia membayangkan suatu hari nanti bisa menjadi astronot atau pemain baseball (Dalton pernah bergabung dengan tim baseball di sekolahnya). Setamat SMU, dia memutuskan untuk memilih bidang jurnalistik. Kegiatan jurnalistiknya sendiri dimulai dari menulis sewaktu di SMU dan di koran kampus.

Ketika itu, jauh sebelum dia direkrut stasiun televisi raksasa, Dalton bekerja di sebuah stasiun lokal bernama KITV yang merupakan afiliasi stasiun ABC yang berlokasi di Hawaii. Dia bekerja sebagai reporter yang melaporkan berita-berita olahraga. Tapi ketertarikannya pada ekonomi dan politik mulai terlihat. Ketika ia sedang menjalani masa awal kemapanan karirnya, ia tiba-tiba ditelepon stasiun TV NHK, Jepang.

Saat itu dia mengaku tidak punya alasan untuk memenuhi permintaan ini karena dia merasa cukup bahagia dengan pekerjaannya. Dia tidak tahu Jepang, dan mulai berpikir untuk hidup mapan di Hawaii, mungkin memilih pasangan hidup untuk menikah. Tapi, dalam hidup terkadang orang harus membuat keputusan lain sesuai panggilan jiwanya. Dalton kemudian memenuhi tawaran NHK, dan bekerja selama 4 tahun sebagai pembawa acara Japan Business Today (1990-1994). Selesai kontrak dengan NHK, Dalton yang ketika itu masih seorang lajang berusia 41 tahun, direkrut oleh NBC/CNBC Asia sebagai anchor.

Pada masa-masa itu pula, Dalton memutuskan untuk menikah. Dia tidak merasa terlambat untuk itu, karena menurutnya pernikahan hanyalah soal waktu. Namun, pernikahannya tak berjalan mulus. Dikaruniai seorang putri, Dalton bercerai di usia kesepuluh pernikahannya. Sampai kini dia masih merasakan sedihnya perceraian itu. Tapi, life must go on.

Karier jurnalistiknya nyaris berhenti sampai di CNBC Asia ketika dia memilih masuk ke lembaga pemerintahan. Tiga tahun setelah selesai kontrak dengan CNBC Asia, Dalton mencoba karier politiknya dengan terpilih sebagai Ketua Bagian Ekonomi untuk kota Honolulu, Hawaii. Belum sampai dua tahun menjabat, Dalton lagi-lagi mendapat telepon yang bisa mengubah hidupnya. Kali ini dari CNN International. CNN melamar Dalton untuk ditempatkan di Hong Kong. Lagi-lagi dia harus membuat keputusan besar dalam hidupnya, dan kembali ke jalur jurnalistik.

Dia adalah konseptor, dan orang pertama yang meluncurkan program Talk Asia. Pada saat itu pula kejadian 9/11 menghebohkan dunia. Secara profesional, Dalton harus membuat laporan berupa tanggapan para pemimpin Asia mengenai kejadian ini. Namun secara personal, dia merasa terpukul dengan peristiwa yang melumpuhkan banyak negara bagian itu. Karena bandara ditutup selama beberapa minggu, otomatis Hawaii yang hanya berupa sebuah pulau jadi lumpuh total. Banyak orang kehilangan pekerjaan dari sektor pariwisata dan sebagainya.

Kejadian ini membuat Dalton berpikir untuk kembali ke Hawaii dan berbuat sesuatu di sana. Ia dengan sadar mengajukan pemberhentian diri dari CNN, suatu hal yang agak sulit dibayangkan seorang jurnalis yang ingin karirnya berkibar lewat stasiun TV paling bergengsi di dunia itu. Tapi tekad Dalton sudah bulat. Ia terjun ke dunia politik dengan mencalonkan diri sebagai Lieutenant General(semacam Wakil Gubernur) untuk Hawaii.

Namun, Dalton gagal sampai ke kursi wagub. Meski begitu, dia tak pantang menyerah. Seolah tidak kapok dengan kekalahannya yang tipis untuk kursi wagub, dua tahun kemudian dia kembali mencalonkan diri. Kali ini lebih besar lagi, yaitu sebagai kandidat US House of RepresentativeHawaii First District(semacam wakil rakyat yang mewakili Hawaii). Tapi, lagi-lagi dia gagal. Dua kali mengajukan diri sebagai salah satu orang kuat di Hawaii, dua kali gagal?

Dalton menanggapi:
"Saya tidak pernah merasa gagal apalagi mcmyesal. Saya tahu perjuangan saya itu berat. Tapi setidaknya saya sudah mencoba. Tentu ada banyak rintangan, termasuk istri. Saya sendiri ketika itu yang tidak setuju dengan budget yang saya keluarkan untuk kampanye. Tapi, kita harus percaya pada setiap keputusan besar yang kita ambil. Meskipun kemudian itu tidak tercapai, itu bukan kekuasaan kita untuk menjawabnya. Yang penting kita sudah berusaha, sehingga tidak penasaran lagi".

Sepanjang tahun 2004-2005 itu dia mengenal seorang pengusaha media dari sebuah negara di dunia ketiga. Namanya Surya Paloh. Ketika itu dia sama sekali tidak mengenalnya dan tidak tahu banyak tentang situasi di Indonesia. Yang dia tahu hanyalah pemberitaan negatif mengenai Indonesia di luar negeri. Namun, dia mengaku terkesan dengan bos MetroTV itu yang mengajaknya bergabung untuk sebuah program.

Setelah bicara panjang lebar, Dalton dan Surya kemudian keluar dengan kesimpulan untuk membuat program tentang Indonesia yang disiarkan ke luar Indonesia. Nama program itu disepakati Indonesia Now. Konsepnya adalah membawakan berita seimbang mengenai Indonesia untuk publik di luar Indonesia (dan di dalam Indonesia untuk para ekspat). Supaya orang tidak hanya mendengar soal banjir dan gempa bumi saja mengenai Indonesia.

"Saat itu memang bayak orang yang heran, kenapa saya memilih sebuah stasiun televisi di dunia ketiga? Mereka bilang, 'Kenapa kamu lakukan itu? Bukannya image Indonesia itu lebih banyak negatifnya?' Ada juga yang bilang, `Ngapain kamu tinggal di sana? Minum airnya saja kamu tidak akan sanggup. Tapi, buat saya justru di situ tantangannya.. Saya sudah mencoba Hawaii, Jepang, Hong Kong dan bekerja di stasiun-stasiun TV raksasa. Sekarang, kenapa saya tidak coba di Indonesia. Saya sangat menyukai negeri ini".

A Leg Man

Malam harinya, Dalton mengundang ME untuk mampir ke tempat hang out-nya (bagaimanapun, seorang news man juga perlu hiburan). Dia memilih Amigos, sebuah kelab dengan nuansa wild west yang kental. Dia memilih tempat itu karena bukan kebetulan mengenal pemilik pub itu yang juga seorang Hawaii. Dia duduk ditemani dua orang teman lainnya yang juga berasal dari negara bagian yang sama.

Restoran itu terlihat lebih remang dari sebuah studio siaran. Dalton tidak lagi berpakaian formal seperti siang tadi. Kali ini dia hanya mengenakan kemeja informal yang membuat dia hanya nampak seperti seorang turis Jepang yang nyasar ke pub orang bule. Malam itu aspek Dalton dalam dirinya jauh lebih menonjol dibanding ke-Tanonaka-annya. Band di dalam pub itu memainkan lagu-lagu Top 40s (atau reggae).

Meski banyak aspek Amerika dalam dirinya, Dalton juga masih menyimpan kegemaran seorang Jepang. Misalnya, dia mengaku suka berkaraoke seperti kebiasaan orang Jepang pada umumnya. Dia juga membentuk band-nya sendiri dan memegang lakon front man sebagai vokalis band. Begitu gemarnya menyanyi, sampai dia punya dua grup band. Yang pertama, di Hawaii dan yang kedua di Indonesia dengan nama Sambal. Di Indonesia, dia biasa memainkan rock and roll dan bisa juga menyanyikan lagu-lagu Samsons.

Lebih dari setahun bekerja di Indonesia, dengan sendirinya Dalton banyak tahu nama-nama penting di negeri ini. Mulai dari artis sampai politisi. Dan, dari sekian banyak tokoh yang ada di Indonesia, ada dua orang yang paling ingin dia wawancarai:

"Kamu percaya nggak, kalau ditanya siapa orang yang paling ingin saya wawancarai di negeri ini, jawabannya adalah Presiden SBY Dari dulu saya, selalu ingin mewawancarainya, tapi selalu saja dia membatalkan schedule. Tolong deh, sekalian disebutkan bahwa saya masih menunggu jadwal dari dia. Selain SBY, tokoh lain yang ingin saya wawancarai di Indonesia adalah Inul Daratista. Menurut saya, dia menarik sekali sebagai seorang figur. Atau, bagaimana kalau kita atur jadwal wawancara SBY dan Inul dalam satu acara?"

Inul? Apakah itu berarti dia lebih body-orienteddalam memilih wanita? Menurut Dalton, dia punya 3 syarat untuk wanita yang disukainya. Dia menamakannya 3S: Smart, Sweet, Sexy. Di Indonesia, dia bisa banyak menemukan wanita dengan dua S terakhir. Tapi sampai sekarang dia mengaku belum menemukan ada yang memenuhi syarat S yang pertama.

"Wanita dengan S yang pertama itu agak jarang saya temukan di sini. Mungkin saya harus bisa memahami mereka lebih baik lagi. Mungkin mereka sedang dalam proses. Sebab, kamu tidak bisa mengatakan kamu pintar hanya karena kamu membaca koran setiap hari. Tapi, seseorang yang terlalu banyak membaca buku juga belum tentu menarik untuk dijadikan teman kencan. Kadang-kadang malah terkesan membosankan. Mengerti maksud saya, kan?"

Ketika bicara soal 3S, Dalton meluruskan bahwa yang dia maksud adalah "S" dengan huruf besar. Lalu kami mengkonfirmasi, "You mean S, not ass, right?" Lalu dia tertawa. Dia mengatakan bahwa untuk urusan yang satu itu, dia lebih suka dibilang sebagai pria penggemar betis ketimbang penggemar bokong. "Let's say, I am a leg man," ujarnya tertawa, mata sipitnya menipis sebesar garis membuat wajahnya terlihat seperti bos-bos Jepang yang tinggal di Jakarta.

Apa pendapatnya tentang tinggal di Jakarta?
"Saya tidak punya masalah tinggal di sini. Saya suka udaranya, saya suka mataharinya, dan bintang-bintangnya di malam hari. Tapi, saya punya masalah dengan kebiasaan saya berjalan kaki. Saya termasuk orang yang hidup di lingkungan yang terbiasa jalan kaki untuk melatih tubuh saya. Di Jakarta, saya tidak punya ruang untuk melakukan itu. Sulit sekali mencari sisi untuk berjalan kaki di sini. Semua fasilitas untuk pejalan kaki di-blok oleh pedagang kaki lima, tumpukan sampah, dan entah apa lagi. Terkadang saya merasa frustrasi dalam soal yang satu ini".

Penyanyi di atas panggung kemudian memanggil namanya, mempersilahkan dia naik ke atas panggung. Dalton memenuhi permintaan ini yang didukung oleh pegunjung yang tak seberapa banyak malam itu. Diiringi band, Dalton manyanyikan Welcome To My Paradise dengan suara yang terlalu halus untuk lagu reggae. Dia nampak menikmati lagu itu, seolah dia membayangkan sedang berada di Hawaii atau sebuah pulau seperti Bali.

Pada saat itu dia terlihat jauh dari kesan seorang pembawa berita. Jauh dari urusan perhelatan bisnis dan politik, jauh dari tragedi dunia yang seperti tidak ada habisnya di layar televisi. Saat itu Dalton hanyalah seorang ekspat biasa, yang suka menghabiskan malam-malam lowongnya di sebuah pub di Kemang. Dia adalah pria biasa, yang hidup di alam realitas. Maksudnya, yah, seorang news man pun tidak bisa mengubah dunia.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar